Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Ia Ada

Ia ada, namun tak tampak. Mungkin kau tak sadar, orang itu ada. Ia berkeliaran disekitarmu, mengamatimu, memandangimu. Mencari-cari waktu supaya dapat menangkap matamu saat matanya ingin bertemu. Supaya kau dapat lebih lekat memandang jiwanya, mengetahui maksudnya. Ia mengobrol denganmu, namun sadarkah kau kalau ia selalu menundukkan pandangannya? berbicara tanpa ada kontak mata. Tanpa menunjukkan adanya tanda-tanda rasa. Taukah kau ia menyembunyikannya? Dan ia berusaha tak bergelagat aneh supaya kau nyaman disekitarnya? Ia menjadi orang yang mengabaikan kadar intelektualistasnya, mengesampingkan logika dan kesibukannya, pangkat dan jabatannya, wibawa dan kharismanya. Mengembalikan diri ke titik nol. Titik terendah seorang pengagum. Menyatakan diri tak punya apa-apa dan mempersembahkan perasaan sederhana yang ia harap-harap untuk dibalas.  Taukah kau ia menghamba kepada semesta, agar sekiranya dapat diberikan kemudahan supaya kau dimudahkan bertemu dengannya? Taukah kau

Berlalu

Aku melihatmu. Dari seberang sebuah ladang kehijauan, saat kau dengan gaun putihmu melagukan senandung syahdu tentang kehidupan. Aku ingin mencoba menghampirimu, tapi aku takut mengganggu senandungmu. Aku takut mengotori gaun putihmu. Lalu tak ada lagi kesempatan untuk sekedar menatapmu. Untuk sekedar mengagumimu. Aku tak tahu kau sadar atau tidak, aku tak tahu kau menyadari keberadaanku atau tidak, aku tak tahu kau merasakan maksudku atau tidak. Namun setidaknya, lihatlah mataku. Balaslah tatapanku, carilah. Apa ada kau didalam sana? Apa kau sama sekali tidak melihat ada seseorang yang mengharap balasan didalamnya?  Kekaguman itu menyakitkan, akui saja. Aku bukan seorang pengemis, yang meminta. Aku bukan binatang buas, yang menerjang. Aku bukan aktor, yang mencari perhatian. Aku diriku, yang tak mampu membuat retorika representatif dari segala kekaguman yang tumbuh. Aku diriku, yang tak mampu menunjukkan gestur kekaguman yang nyata. Aku diriku, yang bahkan tak mampu membukt