Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2016

Watak

Gambar
Aku melihat lelaki itu, melangkah  di selasar gedung. Dengan pandangan yang ringan, kepala sedikit mendongak , rambut ikal menutupi sebagian keningnya. Ia melewati beberapa orang diselasar itu. Bertemu beberapa teman sepertinya membuatnya sedikit antusias, namun dari sorot matanya tetap saja ia ingin independen. Biasanya setelah di ruangan ia mengambil tempat duduk agak ditengah, menghindari perhatian yang tidak berarti. Walaupun begitu ketika dibutuhkan, ia dapat berbicara dengan lugas. Pembawaannya mencerminkan kebosanannya dengan rutinitas. Sepertinya ia punya banyak hal yang ia kerjakan diluar rutinitas yang biasa ia perlihatkan. Kelihatannya ia orang yang sibuk dengan dirinya sendiri, punya pemikiran sendiri dan punya pola perilaku yang khas. Walaupun begitu fleksibilitas juga terpancar ketika ia berbicara dengan orang lain, ia tidak kaku. Caranya memandang sesuatu selalu menghindari justifikasi akan presepsinya. Ia biasanya berlama-lama memikirkan suatu hal. Mungkin s

Belenggu

Gambar
Aku bingung dengan jatuh cinta, apakah aku harus merengek layaknya barang rongsok yang meminta untuk dipakai kembali. Apa aku harus memohon seperti para pengemis yang susah makan. Apa aku harus menjerit seperti orang yang kehilangan harga dirinya. Apa aku harus membuat sajak-sajak indah nan puitis. Apa aku harus menyenandungkan lagu dengan suara merdu. Apa aku harus romantis layaknya pujangga pengembara. Aku bosan dengan kisah-kisah, lagu-lagu, sajak-sajak dan puisi-puisi cinta. Aku pikir semua itu hanya retorika. Analogi-analogi yang tak tersampaikan. Hasil dari biasnya pemahaman akan hak perasaan. Kupikir hal-hal itu hanya representasi akan lemahnya pendirian. Kenapa jatuh cinta serepot itu. Bagaimana dengan orang yang terlalu fakir, apa ia tak  berhak untuk jatuh cinta. Bagaimana dengan orang yang tak mengerti romantisme, apa ia juga tak masuk kriteria untuk orang yang boleh jatuh cinta. Kenapa jatuh cinta malah jadi lebih seperti kutukan, padahal yang ku tau ini anugrah.

Bumi dan Bulan.

Gambar
Dari kejauhan Bumi melihat Bulan.  Bulan, dengan  senyum syahdunya yang biasa, dengan remang sinarnya yang biasa. Sementara semesta terlalu gelap dan sepi. Karena saking mempesonanya,bumi malu dan enggan untuk berbicara pada Bulan.Walau begitu Bulan tetap tak segan memecah suasana sepi dengan perkataan halusnya, bahwa Bulan diciptakan oleh Tuhan hanya untuk Bumi.   Bulan dengan sepenuh hati menerima bila sepanjang masa harus terantai bersama Bumi. Namun sampai sekarang Bulan hanya menjalankan tugasnya sebagai pendamping bumi. Alhasil Bumi merasa minder, dengan tubuh gemuknya dan sekarang mulai bau. Bumi ragu apakah Bulan hanya sekedar terpaksa menemaninya, mengapa Tuhan tega sekali memasangkan Bulan yang sedemikian cantiknya dengan Bumi yang lusuh dan gemuk. Bumi pun memutuskan untuk bertanya dan mendeklarasikan perasaanya pada Bulan. Kala senja sedang merah merona, duduklah mereka di taman Bimasakti. Lalu bumi bertanya kepada Bulan tentang keherananya selama ini.