Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Aroma Kopi dan Asap Tembakau

Sebagai manusia yang bernurani, waktu itu aku pergi mencari hati. Yang mungkin sudah menghitam akibat forum-forum diskusi yang tak kunjung menemukan solusi karena di dalamnya penuh dengan egoisme yang saling ber-oposisi. Membawa kepentingan masing-masing yang katanya demi kepentingan bersama. Lucu bukan? Singkatnya aku pergi, bersama teman dengan seragam visi, untuk menenangkan diri. Sekedar menikmati kopi dan tembakau sebagai kearifan negeri ini. Bersenda gurau membicarakan hal-hal tak penting yang tak sengaja kami bahas sampai pagi. Ditemani secangkir kopi yang entah mengapa awet sekali walaupun di hirup seperti setengah detik sekali. Tak lupa tembakau asuhan petani pribumi yang setiap hela nafas kami hembuskan, mengandung cerita yang terbakar melalui tenggorokan ini. Aku merasa ini beda sekali dengan forum diskusi yang kualami, apakah tak bisa diskusi dijadikan media yang sama seperti yang kulakukan dengan kopi dan tembakau ini? tak perlu membawa idealisme pribadi, kepent

Ignoran.

Hari ini, 12:30. Sedari kemarin aku memikirkan, ternyata ada hawa yang entah mengapa dengan senyum sederhananya, membuatku ragu-ragu. Dengan bicaranya yang begitu padu, dan aku yang selama ini tak acuh atas sikapnya yang teduh itu. Dan perhatian-perhatian kecil yang selalu ia tanyakan tentang masalah-masalahku. Tentang bagaimana ia menyemangatiku, membuatku mengaduh tak tentu. Aku hanya bisa berharap, kita tak saling membiarkan, dan membuyarkan. Saat ada rasa yang tumbuh diantara kita, tak kita pikirkan. Aku harap kita tak beranggapan, bahwa rasa itu palsu dan salah kaprah. Bahwa hati kita tak mungkin bertemu diujung waktu, diakhir pertemuan yang tak mungkin menyisakan harap. Aku hanya ingin berharap bahwa kemungkinan selalu ada, dan aku ingin diriku memahaminya sebelum aku ingin kau juga begitu. Aku ingin sadar, diujung waktu nanti. Setelah ribuan kilometer kita berpisah, setelah benua menjauhkan kita. Selalu ada kemungkinan aku tertambat di pelabuhan, pulang ke sebuah ban

Biarkan Begitu

Aku memilih jalanku. Pilihanku yang membentukku, dan membentuk hari-hari yang akan datang untukku. Sama halnya, aku tak bisa memintamu untuk mengertiku dan mengakuiku. Bagimu aku begitu, kau menunggu-nunggu aku menghampirimu dan meneriakkan kata-kata yang sudah dari dahulu ditunggu lantangnya oleh telingamu, dan bagiku aku begini. Aku yang begini dan anehnya kau berusaha mengerti, mencoba memberikan senyuman atas apa yang kupilih sendiri. Menyemangatiku dari arah yang tak bisa kusangka dan mana tahu, aku selamat sejauh ini karena munajatmu kepada pemilik semesta atas kebijaksanaannya menciptakan aku untukmu. Yang tak kusangka, kau pilih aku sebagai objek atas kekagumanmu. Aku hargai itu. Tapi aku begini, terlalu banyak pertimbangan dan perhitungan untuk memulai sesuatu untukmu. Dan bahkan aku sendiri hanya mengkhayal, akan perasaanmu padaku. Seliar-liarnya aku mengkhayal untuk menenangkan diriku sendiri. Bahwa ada orang yang masih menyukai, dengan banyak noda di sisi gelap