Biarkan Begitu


Aku memilih jalanku.

Pilihanku yang membentukku, dan membentuk hari-hari yang akan datang untukku. Sama halnya, aku tak bisa memintamu untuk mengertiku dan mengakuiku. Bagimu aku begitu, kau menunggu-nunggu aku menghampirimu dan meneriakkan kata-kata yang sudah dari dahulu ditunggu lantangnya oleh telingamu, dan bagiku aku begini.

Aku yang begini dan anehnya kau berusaha mengerti, mencoba memberikan senyuman atas apa yang kupilih sendiri. Menyemangatiku dari arah yang tak bisa kusangka dan mana tahu, aku selamat sejauh ini karena munajatmu kepada pemilik semesta atas kebijaksanaannya menciptakan aku untukmu. Yang tak kusangka, kau pilih aku sebagai objek atas kekagumanmu. Aku hargai itu.

Tapi aku begini, terlalu banyak pertimbangan dan perhitungan untuk memulai sesuatu untukmu. Dan bahkan aku sendiri hanya mengkhayal, akan perasaanmu padaku. Seliar-liarnya aku mengkhayal untuk menenangkan diriku sendiri. Bahwa ada orang yang masih menyukai, dengan banyak noda di sisi gelap diri ini.

Namun ini pilihanku, untuk tidak memilih. Pada akhirnya aku memenuhi egoku dari sudut pandang paling idealis. Karena saking putus asanya, aku hanya menulis tanpa punya maksud untuk dibaca, terkhusus olehmu. Aku menangis lewat kata-kata, lewat susunan aksara, lewat dawai gitar dan lewat langkah kaki. 

Aku memaksa senyum, memaksa ceria, memaksa tegap, memaksa jalan lebih cepat. Aku menghamba pada rutinitas, pada sistem, pada alur dan pola. Untuk sekedar melupakan betapa mengenaskannya aku! Melupakan tangis dan depresi akan diriku sendiri yang tak sanggup apa-apa mengenai aku. Bahkan aku mengeluh pada kertas putih di laman dengan nada tuts komputer yang lirih. Diiringi dengan lagu-lagu sendu sedih. 

Sadarilah, kalau kau melihat aku. Aku tidak sekuat itu. namun aku tak memintamu untuk melihatku. dan biarlah aku begitu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu