Aroma Kopi dan Asap Tembakau
Sebagai manusia yang bernurani, waktu itu aku pergi mencari hati. Yang mungkin sudah menghitam akibat forum-forum diskusi yang tak kunjung menemukan solusi karena di dalamnya penuh dengan egoisme yang saling ber-oposisi. Membawa kepentingan masing-masing yang katanya demi kepentingan bersama. Lucu bukan?
Singkatnya aku pergi, bersama teman dengan seragam visi, untuk menenangkan diri. Sekedar menikmati kopi dan tembakau sebagai kearifan negeri ini. Bersenda gurau membicarakan hal-hal tak penting yang tak sengaja kami bahas sampai pagi. Ditemani secangkir kopi yang entah mengapa awet sekali walaupun di hirup seperti setengah detik sekali. Tak lupa tembakau asuhan petani pribumi yang setiap hela nafas kami hembuskan, mengandung cerita yang terbakar melalui tenggorokan ini.
Aku merasa ini beda sekali dengan forum diskusi yang kualami, apakah tak bisa diskusi dijadikan media yang sama seperti yang kulakukan dengan kopi dan tembakau ini? tak perlu membawa idealisme pribadi, kepentingan golongan, konsistensi argumen, dominasi perdebatan, dan bicara dengan nada selangit yang isinya kebanyakan sampah bekas sumpah serapah. Ternyata setelah kutelisik lebih lanjut, manusia terlahir sama.
Dihadapan kopi dan tembakau, kita teman. Yang tak bergolongan, yang tak membawa kepentingan, yang tak memperdulikan beda pemikiran. Kita terlahir sama, dengan keinginan berteman yang sama, dengan kedamaian bawaan yang sama.
Orang bilang buat apa kopi dan tembakau diciptakan? Dengan egoisnya mereka menyebut tembakau dan kopi hanya menimbulkan penyakit dan hal lain yang diidentikkan dengan keburukan kesehatan. Menurutku, Tuhan menciptakan kopi dan tembakau agar manusia memunculkan naluri untuk bertemu dan berteman. Menciptakan atmosfer keharmonisan dan perdamaian. Lalu pertemuan berakhir dengan senyuman dan jabat tangan. Indah bukan?
Komentar
Posting Komentar