Kita, Abadi?
Suatu malam seorang tuan bersimpuh didepan tulisannya, membaca ulang curahannya. Tuan biasa membunuh waktu dengan menulis apa yang melintas, meringkas apa yang terlintas. Berbagai hal ikut memberikan kesaksian akan kata-kata yang tertuang : bintang-bintang, bulan, awan malam, rasa kantuk, kopi, anggur dan banyak tembakau. Ia menulis tentang banyak rasa, tentang banyak peristiwa, tentang logika, tentang asmara, tentang angan, tentang puan. Puan selalu terang dalam temaram, tuan tak menganggap gelap itu suram. Hitam malah menenangkan, puan terang karena dibungkus bayangan. Bintang yang jauh tetap indah dipandang bukan karena memancarkan cahaya, karena langit malam memeluknya erat dengan kegelapan. Tak apakan Tuan menghiperbolakan? Tuan menemukan bahwa menulis adalah keabadian. Kata-kata akan tetap ada bahkan dipertanggung jawabkan di surga, menulis berarti mengabadikan sesuatu didalamnya. Makanya ia menulis tentang puannya, tentang cara juang anehnya, kata teman-temannya. Namu