Bisakah?

Aku berencana, namun bisakah?

Aku berencana menemuimu setelah semua tuntutan rupiah bisa kupenuhi, aku akan datang dengan langkah yang yakin, mengetuk pintu rumahmu dengan tegas dan memasang badan dengan gagah dihadapan ayahmu. Aku akan mengajukan proposal, tentang konsep dan panduan teknis jatuh cintaku untuk membawamu ke waktu yang tak hingga itu. Aku akan berkata lantang layaknya seorang ksatria yang jatuh cinta kepada permaisuri dari seorang raja. Aku akan menjabat tangan ayahmu dan menyatakan kesanggupan.

Aku berencana menjaga kekagumanku seperti saat pertama kali aku melihatmu di perempatan jalan  dulu. Aku ingin setelah kita bersama nanti, aku bisa tetap gugup memandang matamu, bibirku akan tetap bergetar ketika hendak berbicara denganmu dan akan selalu salah tingkah. Lalu jangan salahkan aku ketika aku terlalu berkeringat ketika menggenggam tanganmu. Dan tolong ketika aku mengajakmu ke tempat makan siang, jangan katakan terserah untuk dimana dan makan apa. Aku manusia minim referensi, tolong maklumi.

Aku berencana punya rumah masa tua bukan di kota, punya cukup tempat untuk kebun kecil dan ada sedikit hewan ternak yang bisa diberi makan tiap pagi. Aku ingin tua di daerah sejuk, dengan dinding tetangga yang tak menempel dengan dinding rumahku. Desain rumah yang kuingin sederhana saja, asal cukup tempat untuk bergerak dan  ada sepasang bangku dan meja di teras. Ketika itu, mau 'kah kau menyeduhkanku kopi dan berbincang sampai gila di bangku itu?

Aku pernah berpikir mati muda bukanlah hal yang buruk, karena bagiku semakin kita tua semakin takut kita akan kematian. Namun kupikir, itu pikiranku sebelum hidup bersama dengan orang yang ingin membangun masa depan bersama. Denganmu kupikir selamanya juga takkan cukup. Yah, harapan bersamaku sederhana saja. Kita mulai hari pertama, iringi dengan canda dan tawa, tak apalah sepiring berdua, sampai akhirnya usaha kita berbuah, mengumpulkan pundi-pundi untuk keliling dunia bersama, bahagia, tua, pensiun, renta, mengaji dan pergi ke masjid bersama, mati, dikubur berdampingan. Sampai suatu saat kubur itu berganti gedung tinggi karena pembangunan. Bagiku, sesederhana itulah keindahan dan kebahagiaan.

Aku berencana,
apalah,
Tuhan yang menentukan kok.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu