Memaknai Ngopi dan Kopi.
Setelah hampir memutuskan untuk berhenti menulis di laman blog ini.
Akhirnya jemariku memilih mengulang kembali untuk memencet tuts lagi.
Logikaku juga masih dapat menalarkan hidup dan keunikan di dalamnya.
Demi hal-hal tak penting, aku menulis lagi.
Memasuki bulan Oktober, tanggal muda membuat dompetku agak berisi. Kiriman orang tua periode kali ini memang kuminta untuk dilebihkan sedikit, dengan dalih aku ingin keluar malam. Menjelajahi sela-sela Jogja yang belum kujamahi di paruh waktu yang kemarin. Mengingat waktuku di sini - kuharap - tak lama lagi. Warung kopi ke warung kopi kujamahi, mulai dari angkringan sederhana sampai cafe milenial dengan masing-masing kebijaksanaannya.
Semua mengesankanku dengan suasananya. Di angkringan kopi, aku menyadari bahwa kopi sudah tak perlu lagi ketenaran, tak perlu keahlian, tak perlu kekhususan. Di angkringan, kopi membumi, ia tak dibuat dengan mesin-mesin, kopi dijajakan sesederhana suasananya. Tak peduli latar belakangmu apa, kopi disini menyambutmu penuh kehangatan, menyalakan api penyulut obrolan. Dan disetiap hirupnya, kau akan merasakan kerasnya hidup dijalanan, membuatmu menertawakan kesialan hari ini dan hari-hari yang lalu. Membuatmu sadar, hidup ini semakin identik bila difilosofikan dengan kopi, pahit, tapi setelah kau hirup kehidupanmu, kau semakin menertawakan kesedihanmu, keputusasaanmu, kesialanmu. Merasakan bahwa beginilah hidup, yang benar-benar hidup.
Berbeda dengan di cafe, aroma ambisi pekat di dalamnya. Kopi disajikan bagai model kecantikan yang disiapkan secara presisi, penuh estetika. Untuk memahami semuanya, minimal jam terbang ginjal sudah tinggi, menghitam, disetubuhi berbagai jenis kopi. Entah penikmat kopi jenis mana, mereka selalu menyendiri atau minimal berkelompok, menuntaskan tuntutan. Obrolan tak lagi penting di cafe kelas atas macam ini. Tak terasa sudah berjam-jam, aku hanya fokus kepada laptopku, kepada kertasku yang berserakan. Namun disisi lain, begini lebih efektif untuk menyelesaikan tuntutan, kopi menjadi fasilitator paling efisien, dibantu suasana soliter, pekerjaanku, tulisanku, editing dan sebagainya. Selesai dengan tuntas tanpa jeda.
Kopi.
Keanehan atas suasana yang diciptakan kopi memang membuat setiap manusia yang melarutkan diri untuk memikirkannya menggila. Entah yang mana, kopi atau obrolan yang lebih penting.
Lalu di akhir tulisan ini, aku hirup lagi kopiku, yang sudah hampir menyentuh dasar gelas. Ah, biarkan kopi menjadi kopi. Makna kopi bagimu, urusanmu.
Komentar
Posting Komentar