Lebih Dari Itu.



Rupanya setelah aku repot-repot membolak-balikkan kata-kata yang dengan sengaja kuotak-atik maknanya tak juga kunjung kutemukan definisi dari rasa itu. Rasa dimana kau tiba-tiba menatapku di pertigaan jalan setapak, saat aku sedang menunggu ada yang "menarik" di kelopak mataku. Ternyata itu matamu.

Mata yang entah mengapa aku bisa melihat semesta dimana ada aku didalamnya, juga kulihat rasa penasaran dari tatap matamu yang sepersekian detik bisa bertemu dengan mataku. Apakah ada sesuatu disana. Entah mengapa sepersekian detik ini cukup bagiku untuk menatap dalam-dalam matamu. Juga sampai sekarang aku seperti candu ingin menatapmu lama-lama.

Kalau boleh kuanalogikan ibarat aku sedang berjalan digelapnya hutan rimba, menebas ilalang-ilalang tinggi dalam rimbunnya pepohonan yang setelah beberapa saat kulakukan itu akhirnya aku melihat cahaya putih, kemudian dengan segera aku berlari kearahnya. Disana kulihat dataran dengan hamparan rerumputan hijau yang berkilauan. Penuh warna-warni bunga dan biru sendu awan.

Ibarat mentari pagi yang sinarnya menembus kabut tipis saat fajar, begitu sepadan untuk diingat-ingat. Lagi, lagi dan lagi. Menyentuh kulit, menggetarkan seluruh tubuh. Ah, sudah. Ini namanya candu, untuk bertemu lagi. Apa iya kita akan mendapatkan momen itu kembali.

Aku memang tidak kenal kamu, tidak tahu apa kamu milik orang lain. Apa pesan yang disampaikan mata itu jujur pada mataku. Apakah matamu bilang "Apakah kau sudah berpenghuni?" dan otakku memperintahkan mata untuk berteriak "Aku kesepian!". Dan setelah sepersekian detik kemudian, semua itu lenyap. Hilang, seperti fatamorgana, seperti mimpi siang bolong.

Mungkin setelah analogi-analogi yang kuputar balikkan ini, semua itu belum menggambarkan rasa ini. Aku yakin tatap matamu yang kebetulan kutangkap, bermakna lebih dari itu.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu