Sebuah Memo Yang Kau Ukir

02/01/2018

Lembar kedua.
Di satu memo panjang berjudul 2018.
Bagi mereka sesuatu yang baru,
Bagiku sama pun tak apa.


Jutaan momen yang kuukir di memo sebelumnya kini sudah kadaluarsa. Dan kubukukan bersama memo-memo lain yang pernah kutulis diwaktu-waktu yang sebelumnya, akan kujadikan referensi. Dalam mengukir ukiran baru dalam memo kali ini.

Di memo kali ini aku yakin, ukiranku akan semakin semrawut. Dengan banyak sobekan dan coretan. Banyak pengoreksian dan justifikasi orang yang memaksa ingin mengukirkan pikirannya di memoku. Banyak warna yang akan hilang, dan berubah menjadi hitam putih penuh keteraturan. Percikan warna yang dulu aku lukis akan sirna, dan kurasa takkan ada lagi warna-warni itu.

Karena itu aku rindu ukiranmu, waktu kupersilahkan kamu mengukir ukiran dalam memo yang lalu. Dengan percikan warna dan tujuh kata yang kamu ukir dengan tinta hitam itu. Aku hidup sampai selesai tenggat waktu penulisan memo yang lalu. Dengan semangat, sampai semua telah berlalu.

Semoga di memo kali ini, aku harap kamu tetap akan mengukirkan sesuatu. Dan tetap memotivasiku dengan beberapa kata yang baru , serta percikan warna yang lebih bermakna lagi. Ukiranmu yang waktu itu diciptakan bukan untuk menyanjung, tapi agar aku merasa lebih hidup dan lebih memperjuangkan hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu