Hidup dan Kegilaan.
Mengenai bulan, bintang dan dingin angin.
Malam itu aku sibuk memandangi kopiku, mengamati setiap endapannya bersatu. Kopi lokal Wonosido yang di Tubruk secara hati-hati memikat seluruh indraku, teresap ke dasar gelas di setiap hirupnya. Kubiarkan cangkir menarikku semakin dalam ke dimensi lain, diantara butir-butir bubuk kopi yang saling beradu, aku tercandu. Disisi cangkir, sebungkus tembakau menunggu sungut untuk di sulut. Kopi dan tembakau memang pas untuk teman meracau. Menertawakan hidup yang kacau. Sementara pendar lampu malam semakin geram, meminta anganku untuk segera larut dalam temaram. Hanyut dalam larut.
Insting-instingku menajam, memunculkan keinginan akan jawaban pertanyaan. Tentang hidup dan kegilaan. Dan mulai mengangankan kata-kata baru, seperti Sapardi dalam puisinya atau Jason Ranti dalam lagunya. Apakah aku bisa menemukan kata-kata sedalam "Kita abadi, yang fana itu waktu" atau "Kata yang paling cinta, kupasrahkan didalam dia" ? Mungkin Sapardi pernah menggila dalam angannya, menuju puncak ketidakwarasan dan menemukan kosa kata yang paling menusuk hati dan mengoyak logika. Andai saja, kata-kata baru tercipta saatku berlogika.
Pernyataan mulai dibantah jiwa filosofku, mengapa ada pertanyaan yang tidak boleh di pertanyakan. Mengapa ada keyakinan yang tidak didukung pembuktian?
Ah sudah, hari sudah malam. Sementara kegilaan dari jawaban pertanyaan tetap kubiarkan.
Sementara.
Komentar
Posting Komentar