Memulai Dari Minus.

Mempolakan abstraksi, mencerna pendar fraksi, menjadi berisi lalu meringkasnya menjadi arti.

Manusia memang subyektif, merasa hal-hal yang pernah dilaluinya merupakan hal yang tak dapat dilakukan individu lain.  Merasa paling hebat, ingin diakui. Demi mengesampingkan hal itu, aku memulai perjalanan, tak jarang aku menemukan persimpangan, benar dan salah masih bias di mataku. Untuk itu aku menyelam dalam percobaan, tak jarang nyaman berkutat di lingkaran kesalahan akibat tak membatasi pergaulan. Namun, bagiku kesalahan juga bagian dari perjalanan. Aku mengekstraksi kebaikan dan kebermanfaatan didalamnya.

Dibawah nol, aku pernah terpuruk. Tersesat disemak-semak kekeliruan. Saat tipu daya setan terdengar seperti nyanyian lagu malaikat. Begitu memikat sampai terikat. Aku tenggelam semakin dalam menuju kegelapan. Sempat tak bisa membedakan, semua semakin seakan-akan. Bias, segalanya semakin tak jelas. 

Aku mencoba segalanya, 

Aku menulis, 99% tulisan cinta dan hiperbolaku laris dipasaran. Sementara analogi dan logika pemikiran dihiraukan - setidaknya fitur grafik menunjukkan seperti itu - sebagian manusia. Pemikiran sepihakku malah banyak diapresiasi perasaan, bukan intelektual. Membuatku menarik kesimpulan, manusia lebih menghamba pada kata-kata metafora yang sengaja dibiaskan maknanya. Dari pada analisa pemikiran yang mengedepankan logika dan fakta. Akui saja.

Lalu perjalananku - yang sebenar-benarnya perjalanan - kumulai dengan menyusuri lanskap. Mendaki gunung dan menyelami lautan. Mencari makna yang belum dijelaskan sastra bahkan kata-kata. Bagiku ada yang lebih dari memikirkan dan merenungkan, yakni merasakan. Semua orang dapat melakukan perjalanan, namun segelintir yang dapat merasakan artinya dan merefleksikan maknanya. Makanya mereka jumawa, pengalaman hanya mengantarkan kesombongan belaka, sebagai alat untuk berbangga.

Mengesampingkan tujuan, menuju entah menurutku terarah. Jati diri bisa di ditemukan dimana pun, baik diawal , disaat atau diakhir perjalanan. Hidup pun begitu, maknanya harus kau temukan sendiri.

Merangkak dari minus, mengajarkanku bahwa setiap manusia berhak memaknai perjalanan dengan caranya masing-masing, berhak mempertanyakan jawaban-jawaban doktrin yang masih minim pembuktian. Berhak menyimpulkan dan berhipotesis apapun untuk menalarkan faktor-faktor eksistensial yang belum empiris.

Dan yang paling penting, aku mempelajari bahwa hidup harus lepas dari kekhawatiran akan balas budi, tuntutan orang tua, tekanan sosial ataupun pemenuhan gengsi pergaulan. Hidup harus dimaknai keseluruhan dimana semua faktor eksistensi bersatu padu untuk mendorong perasaan hidup itu sendiri. Hidup akan lebih bermakna, walau minim tahta bahkan harta.

Seperti minum kopi, setiap penikmat kopi akan menemukan komposisi idealnya. Makanya terciptalah cappucino, machiato, coffee latte, russian coffee dan irish coffee. Dan beberapa metode mutakhir untuk memaksimalkan kenikmatannya, V60, French Press atau Tubruk sekalipun. Mereka semua dimaknai dan bersemayam nikmat di puncak rasa para penikmatnya. Begitu pun hidup, carilah komposisimu dimana kau benar-benar menjalaninya dengan rasa hidup yang enggan redup.

Tak ada yang tak punya sisi gelap akan pencarian jati dirinya.

Memulai dari minus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu