Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Biar aku yang mengemban cinta.

Jatuh cintaku larut. Buku-buku puisi, roman dan ideologi sudah bertumpuk. Kata orang, supaya tak jatuh cinta seperti orang mabuk, logika perlu dipertajam dalam perenungan. Semua itu risetku, untuk menyempurnakan cara jatuh cintaku dan implementasinya nanti kepada siapapun yang berhak menerima rasaku. Benih cinta itu sudah coba kutanam sesuai panduan, kupupuk sesuai takaran dan sudah tumbuh tegak. Seraya waktu berlalu daunnya mulai rimbun. Namun sejauh pohon itu tumbuh, belum ada yang ingin singgah untuk sekedar berteduh, apalagi berlabuh untuk waktu yang jauh. Aku berguru pada siapapun, pada apapun. Mendengarkan kisah depresi percintaan mereka, yang begitu pelik dan mendengar kisah dari orang yang hatinya kering kerontang tak pernah ada cinta yang tumbuh subur menghijaukan. Aku juga mendengar kisah cinta dari sepoi angin di pegunungan, dari gemerisik gesekan daun di hutan, dari suara deru air aliran sungai, dan dari senyapnya sunyi, dengan caraku, dengan maksud tertentu. Dan ak

Lelah.

Berpura-pura memang melelahkan. Mengingkari perasaan yang diciptakan dan diperuntukkan sebagai penggambaran akan sesuatu malah menyakitkan. Seperti, Ada rasa kagum yang harus kubungkam dan ada rindu yang kupaksa diam. Ada ketidakrelaan yang selalu kututup pemakluman. Ada kau, namun aku tidak punya keberanian. huh. Lalu diwaktu yang selarut ini, mungkin kau sedang terlelap. Kalaupun tidak mungkin kau sedang membaca tulisan-tulisanku yang kau harap itu tentang kamu. Namun, percayalah tulisan ini hanya untukmu seorang dan tak pernah ada yang lain. Aku selalu membayangkanmu, ingin sekali melihat reaksimu membaca tulisan-tulisanku. Berharap suatu saat setelah kita bersama, kau meminta pertanggung jawaban atas semua diksi dan fiksi yang kubuat untukmu namun tak pernah kusampaikan. Kuyakin kau akan menanyakan pemaknaan akan segala sesuatu yang kutorehkan diatas tuts keyboard. Tentang hiperbolaku yang sampai begitu, tentang kamu. Percayalah bukan hanya kamu yang cemas, ada aku, yang

Sembunyi.

Hari ini terbukti, kita memang keras dalam pembiaran. Kita keras dalam memendam dan diam. Kita kukuh dengan hanya sebatas pandangan dan kejauhan. Hari ini kusadari jatuh cintaku sesialan itu. Aku yakin kau menangkap binar mataku, kurasakan juga mataku berpendar ketika memandangmu. Lalu seketika, gerak-gerikku kaku, lisan membisu, menunggu siapa yang mulai dulu. Namun, astaga, waktu berlalu tanpa memberiku keberanian sedikitpun untuk sekedar berbincang, apalagi yang lain. Kita berakhir pada sunyi dan sembunyi.

Aku dan Kagumku.

Untukku. Dan untukmu diluar sana yang mengagumi dari sisi paling gelap. Merasa abu-abu, karena ia terlalu gemerlap, untukmu yang rasa cintanya berisik, namun akhirnya memilih senyap. Aku melihatmu. Dengan senyum yang sering kali kutuangkan dalam tulisan dan lukisan. Yang itu-itu saja. Kamu dan kamu lagi. Namun jemu sudah punah hanya karena lekukan senyum itu berasal dari kamu. Lalu apalagi? apalagi yang mampu aku tulis dan gambarkan tentangmu? Aku sudah mencoba semua, menggambarkanmu dalam bentuk imajinatif yang menentang hukum-hukum realisme. Membuatmu jadi bunga puisiku, jadi nada laguku. Aku pernah merasakan kagum, sekagum itu!   Namun aku tak sanggup, belum ada kata-kata yang dapat menggambarkan rasa tidak sanggupku itu. Entah apa alasannya, entah apa rasanya. Hanya saja aku tak pandai memulai, aku terlalu takut merusak keadaan, aku takut aku tak bisa kagum lagi bahkan dilarang untuk kagum padamu. Tak apakah aku takut? aku manusia yang berperasaan juga. Ah, kagum itu

Masa lalu dan imajinasi

Cuplikan tulisanku. Mungkin kita sama-sama tidak bisa percaya dengan ketidaksesuaian yang tiba-tiba datang diluar rencana. Tentang aku yang terlalu begini, mengenai sikap impulsifku yang tak kau tau. Dan kondisi lain yang datang begitu saja tanpa permisi. Kita jadi tak bisa dekat sesuai dengan rencana, perkiraan, ekspektasi. Lalu rasa hilang begitu saja, disapu angan, ditelan waktu.                Kita sama-sama pasrah pada terserah, mengklaim bahwa anganku yang dulu untuk mendekapmu dan menjadikanmu dunia lain tempat aku hidup untuk hari kemudian, hanya sebatas angan, bahkan keinginan sudah tak sekuat itu untuk merealisasikan. Lalu kamu menjadi kamu dan aku menjadi aku.                Dua insan yang pernah berharap untuk saling menopang sayap, terbang mengangkasa bersama, namun tak sempat tinggal landas. Bertemu saja kita canggung, takut membuka pembicaraan karena rasa kita sama-sama dalam dan takut kehilangan. Tak kusangka jatuh cinta sesialan dan serumit itu.