Biar aku yang mengemban cinta.


Jatuh cintaku larut.

Buku-buku puisi, roman dan ideologi sudah bertumpuk. Kata orang, supaya tak jatuh cinta seperti orang mabuk, logika perlu dipertajam dalam perenungan. Semua itu risetku, untuk menyempurnakan cara jatuh cintaku dan implementasinya nanti kepada siapapun yang berhak menerima rasaku. Benih cinta itu sudah coba kutanam sesuai panduan, kupupuk sesuai takaran dan sudah tumbuh tegak. Seraya waktu berlalu daunnya mulai rimbun. Namun sejauh pohon itu tumbuh, belum ada yang ingin singgah untuk sekedar berteduh, apalagi berlabuh untuk waktu yang jauh.

Aku berguru pada siapapun, pada apapun. Mendengarkan kisah depresi percintaan mereka, yang begitu pelik dan mendengar kisah dari orang yang hatinya kering kerontang tak pernah ada cinta yang tumbuh subur menghijaukan. Aku juga mendengar kisah cinta dari sepoi angin di pegunungan, dari gemerisik gesekan daun di hutan, dari suara deru air aliran sungai, dan dari senyapnya sunyi, dengan caraku, dengan maksud tertentu. Dan aku belajar sesuatu, tentang : kebijaksanaan mencintai. Bahwa cinta bukan pemberian, penghargaan, pengorbanan bahkan kekaguman. Bentuk dan substansi cinta tidak bisa dijabarkan secara definitif. Maknanya bersemayam dalam kita, sebagai mahluk yang paling berhak mendefinisikan perasaannya secara individualistis.

Aku berusaha memahami cinta dengan cara-cara yang dalam, agar nanti secara aplikasi aku tak terlalu mendramatisir masalah kecil, tak terlalu memperhitungkan hal yang kurang riil. Supaya egoisme bisa kubunuh dengan tega, karena semua bukan tentang aku dan perihalku. Melainkan menyatukan aku dan dia, atas nama yang sudah menjadi kita. 'Kita' yang nantinya bermakna sebuah komitmen dan dependensi di antaranya, akan berbuah bahagia yang dicari-cari dan diimpi-impikan seluruh manusia, dan gilanya, dengan jatuh cinta kita tak perlu bersikut-sikut dengan mereka yang mencari bahagia. Ia akan datang sendiri dan bersemayam di sela-sela pelukan kita.

Dengan begitu aku bebas, tak perlu perpedoman pada orang-orang yang sengaja mempromosikan diri memiliki jam terbang tinggi terkait percintaan. Dan yang paling membahagiakan adalah, aku dapat merdeka secara konseptual, intelektual dan aku bisa jatuh cinta secara aktual. Kata orang bijak cinta itu perang, yakni perang yang hebat dalam rohani manusia. Jika ia menang, akan didapati orang yang tulus ikhlas, luas pikiran, sabar dan tenang hati. Dan aku masih ditengah-tengah medan perang itu, maka dari itu jatuh cinta merupakan proses yang masih jauh dan belum berani kusentuh.

Dengan ini, biar aku saja yang mengemban cinta, biar aku saja yang memantaskan dan menyempurnakan. Untukmu, tunggu aku saja disana, itupun kalau kita benar-benar bertemu dan bersatu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu