Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Bisik.

Semesta menjahili lagi, dalam interval singkat kita duduk berdampingan lagi, bicara ringan sambil menutupi kegugupan. Ingin rasanya secara mendadak aku mendekatkan mulut ke telingamu dan membisikkan : Hei, aku jatuh cinta padamu lho. Taukah kau kalau tulisan-tulisan yang kau baca tiap malam itu hanya kutulis untukmu? Hahaha, ya memang sangat terbaca terlalu melankolis sampai mungkin kau tak percaya kalau aku yang benar-benar menulisnya. Dan ya, semua metafora memang untukmu. Hei, jadi setelah ini kamu akan kemana? Studi lanjut atau cari pengalaman di dunia pekerjaan? Aku setuju apa saja, asalkan kamu menemukan dirimu didalamnya, aku bahagia juga. Masalah karier itu terserahmu, yang jelas aku tak akan memaksamu bekerja dan aku tak akan memaksamu berdiam dirumah. Aku akan selalu memberimu kebahagiaan dan manifestasi kebahagiaan yang paling fundamental bagiku adalah kebebasan. Jadi, ya, jadilah bebas. Hei, jadi bagaimana? Mau 'kan suatu saat kita keliling dunia? Aku berni

Ego.

Puan pura-pura tak rindu, puan pura-pura menyesal pernah jatuh, bergelut dengan kata-kata mutiara karangan orang sebagai tameng akan rapuh dan kacau susunan perasaannya. Puan berusaha berhenti, mulai membohongi dirinya sendiri. Bahwa ada yang lebih penting dari orientasi perasaan, ada masa depan yang lebih penting untuk disiapkan. Puan secara tak langsung memaksa dirinya untuk berhenti berimajinasi tentang rasa hangat jemari Tuan yang ia harap-harap terletak lekat dijemarinya. Puan pura-pura tenang, sebagai gantinya ia pilih jalan memutar agar tak berhadapan dengan Tuan, dipersimpangan jalan. Melihat Tuan dari refleksi kaca, dari kejauhan, menahan kesepian. Tuan pura-pura tak peduli, walau kagumnya tercekik dan terasa tertusuk-tusuk. Tuan hanya melampiaskan, pada komputer, pada tulisan, pada tembakau, pada gelas-gelas kopi dan anggur. Tuan juga pergi dalam perjalanan-perjalanan. Menunggang besi yang berisik, berseteru dengan debu jalan. Tuan hanya memindahkan energinya pada perjal

Tidak ada yang salah.

Tak perlu ada yang salah, dipermasalahkan dan menanggung kesalahan. Pada akhirnya kita tak pernah bisa merencanakan akan jatuh cinta kepada siapa, dengan kadar kekaguman yang tak bisa juga ada batasnya. Tak ada salahnya ketika kita kagum kepada entitas yang kita puja secara subyektif, baik ia milik orang atau sudah menolak terang-terangan. Kita tak pernah bisa merencanakan akan menghabiskan banyak waktu yang menguras baterai perasaan, tak ada jatuh cinta yang sia-sia, tak ada manusia yang disia-siakan.  Lalu siapa yang tau waktu akan merubah kita dan dia yang kita kagumi? Apakah ia akan jadi milik orang lain selamanya atau suatu saat malah ia yang mencari kita sampai ke ujung dunia. Semua orang akan jadi kemungkinan yang sama besar potensi terjadinya. Jatuh cinta tak mengenal hukum probabilitas, ia berubah seenaknya, terus menerus mengubah gugus senyawa perasaan secara dinamis bahkan sepersekian detik intervalnya. Kita tak perlu merasa salah pada jatuh cinta, kita tak perlu me

Padang Bunga.

Dalam penjelajahanku yang tak tentu, aku mulai banyak mengeluh, kemana sebenarnya tanah impian tujuanku. Awalnya tak tentu itu seru, melanglang kesana kemari, mengisi memori tanpa ada batasan yang berarti, bagiku waktu itu, yang paling penting hanya bertahan dan selamat. Lalu setelah jauh perjalananku, setelah kulatih daya tahan dan daya selamatku, lalu apalagi? Aku harus menemukan akhir dari sesuatu yang kuawali. Aku memimpikan diriku akan berakhir pada warna-warni yang tak terhingga. Berbaring ditengahnya sambil melihat awan-awan bergerak pada birunya langit. Menyandarkan diri pada pohon besar berdahan kokoh, menggenggam tangan seseorang, dengan erat sampai matahari berat dan jatuh di barat. Melupakan keparatnya realita, menghamba pada cinta, persetan dunia. Padang bunga, Baru aku akan mati setelahnya.

Pisah

Malamku resah. Tenggat waktu semakin membuat gelisah, ketidakpastian akan tahun-tahun mendatang menghantui layaknya sebuah tuntutan yang harus kulalui dan selamat untuk hidup setelahnya. Didalam panjangnya kisah, aku membukukan banyak kesah. Bahwa dalam menulis dan menjalani kisah, aku harus menemui prinsip-prinsip agar tulisanku matang dan berarti. Dan sialnya, yang membuatku selalu ingin menulis bukan murni datang dari dalam diriku, ada juga beberapa tulisan dimana aku menghiperbolakan dia, sosok yang selalu kutulis dalam berbagai metafora. Aku dan dia, kami, menjalani kisah, melalui hari-hari berat yang kami pikul bersama, sayangnya kami tak pernah belajar untuk jujur akan perasaan, kami hanya belajar mempertahankan, ego. Entah hanya aku yang gundah ketika hari yang tersedia makin mudah dihitung, menuju entah, namun tak ada hal yang dapat kulakukan selain pasrah.  Keparatnya lagi, walaupun aku sudah banyak menulis dan memilih-milih kata yang baik. Ada kata kunci yang hilang