Kilas balik.

Bertahun-tahun merantau, menggantungkan diri pada tetangga kamar akan segala sesuatu, menemukan rekan juang yang saling berkomitmen agar sama-sama menjaga, menjadi sebuah ikatan keluarga, berjibaku dengan kerasnya kehidupan sarjana bersama, tersesat dalam kepulan asap tembakau dan gelas-gelas berisi alkohol, tertawa lepas, bebas. Lalu hal paling pahit yang harus diterima bersama adalah perpisahan, ia menyakitkan namun mendewasakan. Perpisahan adalah suatu sebab akibat yang absolut, tak terhindarkan.

Biarlah momen-momen menjadi kenangan. Hari esok harus diterjang dengan keberanian, dengan ambisi menaklukkan, bahwa kehidupan adalah suatu yang kita ciptakan dengan kehendak, kerelaan, kebebasan dan kebahagiaan. Kehidupan bukan tempat untuk orang-orang lemah yang meminta pemakluman dan terus-menerus mendambakan keadilan. Kehidupan nyata yang akan kita tempuh lebih kejam dan kasar dari segala kesulitan yang terjadi di dalam kamarmu.

Dari awal, hidup tidak akan adil, beberapa terlahir kaya dengan aksesnya kemana saja, beberapa terlahir miskin yang mengharuskan mereka berdarah-darah untuk mengubah nasibnya. Beberapa lahir dari bos perusahaan ternama, dan beberapa lahir sebagai pejuang dalam ketatnya seleksi pekerjaan. Beberapa lahir dengan beban dan tanggung jawab yang berbeda, kapasitas tinggi belum tentu di hargai dan di berikan ruang. Beberapa lahir dengan menolak sebuah kemonotonan, menolak sistem dan menciptakan alur pikirnya sendiri. Privileged People itu nyata dan merupakan sebuah kenyataan pahit yang harus diterima semua insan yang tidak mempunyainya, hal itu ada, dimana-mana dan diakui keberadaanya,

Satu hal yang pasti dari kehidupan adalah hal-hal akan berubah seiring waktu. Manusia dipaksa adaptif walau tak mau, memilih stagnan berarti menyerah untuk menyelamatkan diri akan sesuatu yang akan datang, mau tak mau hidup harus ditentu, walau semu. Berjuanglah untuk hidup, minimal agar meja makanmu tetap ada yang disajikan, badanmu sehat untuk selamat dan sukseslah dengan cara dan definisimu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu