Jadilah Abadi

Dunia terlalu kejam untuk orang-orang baik. Bahkan kepada orang yang mengajarkan arti kebaikan dan kebajikan kepada tunas yang tumbuh dengan gegabah.

Kini tunas yang dirawat dengan cinta telah tumbuh jadi tanaman muda yang gamang. Ia mudah terombang gelombang dan terpukul angin. Namun lagi, Pohon Tua meneguhkan hidupnya dengan arahan dan bantuan. Ada hal yang tak pernah dipahami Sang tanaman muda, bahwa selalu ada pohon tua diatasnya yang melindunginya dari hujan dan badai. Sang tunas muda begitu percaya dirinya bisa tumbuh atas usahanya, yang sebenarnya tak pernah ada sedetikpun Ia tumbuh secara mandiri.

Hidup bersiklus, yang Tua mulai meranggas, mulai sakit dan tak bisa selalu jadi pelindung. Daunnya berjatuhan menjadikan pupuk bagi yang muda untuk tumbuh jadi pelindung dan penyelamat mahluk-mahluk dibawahnya, dan ternyata sesuatu yang meranggas, tidak benar-benar mati. Dzat dan bagian tubuhnya hidup di mahluk yang lain. Menjadi darah, daging dan nutrisi.

Ayah, hari ini engkau pergi. Namun engkau hidup didalamku selamanya. Kau tidak hilang, kau abadi didalam cinta dan kebijaksanaan yang kau turunkan kepada penerusmu. Ayah, darimu aku belajar bahwa kematian bukanlah akhir dari perjalanan. Kematian adalah titik balik dimana seorang insan akan hilang, atau hidup untuk selamanya. Dan tentunya, dalam kehidupanmu yang panjang dan membanggakan, kau telah hidup untuk selamanya dan diingat sampai pengingatnya tiada.

Anak pertamamu bangga, mewarisi nama besarmu yang kau jaga kebanggaannya. Walau masih gamang dan ragu akan pilihan didepan, Ia bertekad untuk tetap hidup untuk besok, lusa dan jutaan tahun lagi walaupun entah sedalam apa karang dan jurang yang menghadang didepannya.

Waktu telah menjadi fana dihadapan namamu. Selamat mengabadikan nama, cerita dan cinta yang kau pupuk selama kau mendayung kehidupan.

 Kau tidak mati, kau menjadi abadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu