Lihatlah Puan!

 Lihatlah Puan!


Hidup Tuan kini berantakan, tataan yang dulu rapi sudah terburai, tercecer dalam tumpukan kardus berisi mimpi yang kini cenderung fiksi. Kata-kata yang dulu Tuan klaim abadi, kini Ia tarik kembali. Kebersediaannya atas kekaguman Puan padanya hanya omong kosong, Tuan tak pernah setinggi itu. Persetujuan tentang abadinya Tuan dan Puan, digerus oleh waktu yang tak pernah pandang bulu. Sudah betul keputusan Puan tak menaruh harapan pada Tuan.

Sekarang Tuan menjadi sekumpulan kenangan yang tersingkir disudut ingatan, dipaksa keluar dari pikiran. Ia tak layak bersanding dengan mimpi-mimpi keemasan Puan yang ingin pergi jauh. Tuan hanya kegelapan pekat yang dulu pernah terang, sekarang Ia bersemayam bersama mayat-mayat ingatan yang dilupakan. Tuan pergi pelan, bukan untuk meninggalkan tapi Tuan sudah tak masuk dalam kriteria yang dipantaskan untuk Puan.

Lalu biarkan, Tuan pergi ke padang gersang perasaan. Padang bunga yang dulu dibangun untuk Puan hanya kiasan yang tak pernah jadi hiasan. Dan dari sisa-sisa bunga, Tuan menanam kembali jati dirinya, untuk bisa jadi bunga liar yang selalu dapat bertahan dari segala badai yang mengancam.

Tuan hanya bunga liar yang selalu menunggu hujan agar bunga lain bisa tumbuh didekatnya, walaupun bukan bunga yang sama seperti Puan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu