Bermekaran

Apabila bicara hal yang tidak terduga dan tidak dapat terukur, sepertinya jatuh cinta adalah salah satu fenomena distorsi hukum alam. Cinta itu sendiri tidak berdimensi secara fisik, bukan senyawa yang memiliki berat massa, bukan hasil reaksi maupun sintesis sel atau organ. Ia muncul begitu saja dari ketiadaan kemudian memercik perasaan.

Beberapa saat aku menembus rimbun kehidupan, mencari bunga yang paling cocok untuk dibawa pulang, siapa sangka kutemukan bunga yang begitu indah tumbuh ditengah belantara hutan. Bunga itu cukup tangguh untuk dapat hidup sejauh badai menerjang, mencerminkan independensi dan kokoh pendirian. Kuputuskan kubawa pulang supaya bisa kurawat di pekarangan. Beberapa saat semenjak bunga itu kusemai di pekarangan, ia membawa hawa hangat dan tenang. Mungkin ia mengundang awan yang meneduhkan. Tak pernah menduga bahwa pekarangan yang begitu tandus dapat ditanami bunga, namun beberapa saat kuamati, bunga tersebut mendatangkan iklim yang layak untuk memperbaiki ekosistem pekarangan. Lebah dan kupu-kupu berdatangan, menumbuhkan kembali rerumputan, mengembalikan kesuburan.

Semenjak ia datang dan memustuskan untuk menyambut ajakan, sepertinya hidup yang redup, kembali tersulut cahayanya. Kesepian menahun dan berlarut-larut tersapu seakan tak pernah higgap sepi sebelumnya. Ruang kosong akibat kehilangan yang kronis perlahan mulai terisi dan meluap-luap. Tujuan yang tadinya abstrak kembali kejalurnya, terarah dan mulai minta dirapihkan supaya benar akan sampai pada akhirnya. Tervalidasinya presensiku dalam hidupnya justru membuatku merasa eksistensiku di dunia akhirnya ada wujud dan bekasnya.

Aku pernah mencoba untuk memverbalkan kata yang paling cinta, sekarang kupasrahkan saja didalam dia. Pemaknaan cinta yang selama ini membuat penasaran ternyata terasa pada lekuk senyumnya, pada hangat bicaranya, pada lembut sentuh tangannya, pada interaksi pembicaraan, pada sinkronisasi gambaran tujuan masa depannya. Posesifitas kemudian datang, ia menggerogoti sendiri seakan hidup memang perlu atensi dan lumrah menjadi fakir perhatian. Membuatku merasa ingin dimiliki, tidak ingin ditinggalkan dan phobia apabila ia kebosanan.

Dalam hal mengisi ruang kosong bernama hati yang tadinya tandus dan terbengkalai.

Kurawat, kujaga dan kubiarkan ia tumbuh.

Bermekaran.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu