Yang Sekarang

Mungkin engkau yang kutulis dalam tulisan ini sudah jelas tau bahwa mulai sekarang, dan kuharap selamanya, akan selalu menjadi topik tulisan, lagu, puisi dan buah pikiran atau perasaan yang kudimensikan dalam bentuk apapun. Lalu aku, yang pernah tandus dan kehilangan unsur hara untuk menumbuhkan perasaan, kau hujani, bersemi kembali, membuka diri, dan akhirnya jatuh cinta lagi.

Bagiku, yang entah karena trauma, takut, atau bahkan mungkin karena sifat bawaanku yang lemah dari kesepian. Mulai merasa memiliki, ingin dimiliki, takut kehilangan, kecanduan perhatian dan selalu merasa kurang. Jarak yang tak seberapa jauh dan intensitas pertemuan yang tak seberapa jarang, bagi sebagian, remeh dan amat dramatis apabila terpengaruh oleh hal yang begitu insignifikan. Namun aku, yang labil dan kaku ini, cenderung melebih-lebihkan, mungkin sampai pada tahap menjadi gangguan bagimu.

Inferioritas menyerang, untukku yang tak seberapa tampan dan mapan, bawah sadar selalu membandingkan, apa aku sepadan? Apa aku layak memantaskan? Tak kutemukan jawabannya. Namun sudah kuputuskan untuk menghidupi saja hari sesuai kemampuan, sebaik-baiknya urusan kutuntaskan, berharap yang lalu bisa dimaafkan, berharap bisa jadi harapan bagimu kedepan, walaupun belum banyak yang bisa kujanjikan, yang jelas apapun akan kuperjuangkan.

Aku takut kamu kebosanan. Melihat aku yang begini-gini saja, kurang berkemampuan memanjangkan obrolan, kurang bisa menentukan tujuan perjalanan, minim referensi tempat makan, jadwal bertemu yang mendadak kutentukan dan kekakuan lain yang mungkin seharusnya dihilangkan supaya senyummu berkepanjangan. Namun, apabila diberikan kesempatan, pelan-pelan, aku akan menjadi seperti yang diminta, meski jauh dari kesempurnaan, minimal bisa dapat pengertianmu untuk selalu membersamaiku dalam apapun rintangan di depan.

Aku paham, mungkin belum semua hal dapat kau bilang karena bagaimanapun transisiku dari orang asing menjadi bisa kau gantungkan sepenuhnya masih dalam penilaian. Semoga, mungkin entah dalam jangka pendek menengah panjang, perlahan kau bisa bukakan, menjadikanku sebagai bagian dari pertimbangan masa depan, yakin bahwa aku yang utama dari pilhan-pilihan. Aku puas untuk sekarang.

Ada rasa yang sekarang baru jelas bisa kurasakan. Bahwa bahagia bisa datang dari membahagiakan, dari waktu yang kuluangkan, dari materi yang kubelanjakan, dari jarak yang kutempuh dalam perjalanan untuk sebuah pertemuan. Oh, lalu rindu, yang berkecamuk dan merobek setiap saat. Ternyata rindu yang akut bukan akibat minimnya frekuensi ataupun periode, bukan juga masalah jarak dan waktunya, tapi masalah ketidakmampuan bagi indra pelihat dan perasa, untuk merasakan eksistensi, yang selama dalam jarak, semua tentangmu hanya berbentuk abstrak yang terimajinasi.

Yang selalu kudoakan, semoga perasaanmu tidak hilang bahkan semakin tumbuh berkembang, semakin rindang untuk kita dapat berteduh dibawahnya. Jangan sampai ia berguguran, karena ketika ia gugur, mungkin aku tak akan sanggup bersemi lagi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu