Rupanya Kamu


Jangan tertawai aku, sekarang dari kejauhan, kamu dengan senyum sarkasmu itu. Tertawa ringan dengan nada mengejek. Aku dengan sisi liarku, dan kamu dengan sisi lembutmu. Aku dengan ketidakpedulianku dengan apapun, dan kamu dengan sifatmu yang menjagaku untuk sekedar peduli dengan diriku sendiri.

Aku tak pernah menoleh ke arahmu, namun kau yang tetap mau peduli denganku apapun yang kuminta kamu untuk memperdulikanku. Hanya saat aku kembali memintamu untuk peduli, lagi-lagi dengan senyum lembut yang penuh tanda tanya itu. Ia memanggilku, untuk berbincang dan mendengarkan nada lembut yang selalu keluar dari bergeraknya bibirmu itu.

Setiap dan setiap saat, aku mencoba berbincang denganmu. Bibirmu selalu menyambut ucapan pembukaku dengan senyum yang lebar merekah, dengan tatapan dan dagu sedikit menunduk teduh . Aku terkesima. Hanya saja aku tak bisa membalasnya. Kalau ada harga yang bisa kubayar, katakan saja.

Namun kamu pantas untuk laki-laki dengan kehormatan lebih dari aku. Walau aku akan selalu ingat, ada wanita seteduh kamu. Walau nanti tidak ada yang tahu, mungkin setelah menjelajah dunia, kita akan bertemu, dibawah langit yang lebih teduh lagi, dan setelah aku mencari-cari berjuta wanita yang bisa dijadikan kemungkinan, aku akan kembali bertemu kamu, dan mengucapkan "Rupanya kamu".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu