Tumpuan
Pagi ini menyejukkan, lebih menuju dingin sebenarnya.
Bagai seorang pesakitan, aku ringkih. Aku menangis, bersedih, depresi, stres dan khawatir. Realitas sangat kejam, karena sudah terbiasa sakit, mengaduh pun tak pernah kuungkapkan. Kutampilkan ke tidak pedulianku ke segala hal. Padahal aku memikirkan setiap detailnya dan bagaimana aku harus menyikapinya.
Hanya kata-kata yang dapat kurangkai dalam beberapa paragraf, sambil kutekstualkan tangisanku. Mengaduh kepada siapapun kurasa tak perlu, mereka tak ada waktu untuk mendengarkan keluhan orang asing dan kuyakin mereka tak benar-benar peduli. Jadi kupilih jalan pelarian, meyakinkan diri bahwa diri sendirilah yang menentukan bahagia atau tidak, dan kulakukan perjalanan. Tak lain untuk melupakan kekhawatiran, dan menemukan diriku sendiri, yang sebenar-benarnya.
Sendirian, bukan berarti tak ada yang mau menemani, tapi aku lebih nyaman begitu. Sendirian berarti memilih untuk sendiri, dan memuaskan egoku. Dan aku paham sekali resikonya, sendirian membuat hidupku lebih hidup, walaupun harus melewati ruang kehampaan yang begitu padat tiap waktu, dengan begitu jiwa ku tertempa, dan kuharap mendewasa.
Aku sengaja menyendiri, mengosongkan hati hingga ia benar-benar hampa, tak lain agar ia siap untuk mencinta sepenuhnya. Pengalaman menegurku setiap hari, beberapa insan kulukai hatinya karena aku jatuh cinta sebelum menyiapkan hati untuk mencinta. Karena itu, ini bentuk teguran keras untukku, dan upayaku untuk menebus rasa bersalahku. Jalan sepi dan sunyi kutempuh.
Aku hanya berharap ketika hati ini sudah tandus dan kering kerontang. Ada yang singgah untuk sekedar menanam benih harapan, dan merawatnya sampai tumbuh taman bunga yang merekah bermekaran. Berharap ada yang mau memperbaiki jiwaku yang rusak, berharap ada yang mau mengeluarkanku dari sisi gelap dan membimbingku ke arah jalan yang terang penuh harapan.
Dan jika suatu saat orang yang memilih berkorban untuk mendampingiku membaca tulisan lama ku. Maaf, aku juga membutuhkan pundakmu untuk kutangisi, aku juga membutuhkan telingamu untuk mendengar keluhanku dan aku juga membutuhkan perhatianmu sepanjang waktu.
Pada akhirnya, setiap hati manusia butuh tumpuan, untuk menjaga keseimbangan. Tak ada hati yang kuat kosong selamanya, semakin lama kosong semakin rapuh ia. Namun kekosongan akan membuatnya semakin siap untuk diisi dan semakin siap untuk mencinta sepenuhnya.
Komentar
Posting Komentar