Senja di tepi Dermaga


Sore itu, setelah seharian penuh aku berkeliling di utara teluk Jakarta. Tepatnya di Pulau eksotis yang sekarang sudah terjamah seluruh bagian tubuhnya, tempat pelampiasan manusia yang bosan dengan hiruk-pikuknya Metropolitan. Namun, kalau hanya untuk sekedar liburan akhir pekan. Tak apa, asalkan keluar rumah, dan pura-pura lupa dengan kerjaan, bagi segenap kawula, lebih baik daripada diam saja.

Sambil mengangkut alat-alat yang kupakai sore tadi, kapal penjemput datang menawarkan tumpangan, bagusnya, kegiatan hari ini berakhir dengan senyuman, dan tak ada kejadian. Sesampainya ditengah laut, terlihat lumba-lumba sedang bersenda gurau, melompat-lompat di permukaan air. Tak kusangka, ternyata masih ada saja lumba-lumba yang mau berkunjung di tempat yang dijarah manusia ini. Dalam hati aku meminta maaf, jenisku telah merusak rumah kalian.

Ditepikannya kapal itu kemudian, keluarlah aku lewat pintu sempit sebelah kiri, sambil kubakar sebatang tembakau berbalut kertas hitam favoritku. Tak langsung menuju penginapan, aku menepikan tubuhku di dudukan yang disediakan. Masih membawa peralatan berat yang kupakai hari ini, kuberikan mata ini permintaannya. Sedari bulan lalu, ia terus merengek meminta pemandangan. Memang, sudah berbulan-bulan mata ini kuforsir melihat kertas-kertas kerjaan.

Kuposisikan mata ini jauh ke arah utara, ke arah laut yang memisahkan Jawa dan Kalimantan. Kubiarkan ia memasukkan jingga, biar sampai meluap-luap. Supaya nanti saat kuforsir lagi, tak banyak ia mengeluh minta dikasihani. Cahaya mulai merambat pergi ke kejauhan, hitam mulai merambah ke warna lautan, angin laut dari utara mulai mendatangi pelabuhan. Dari kejauhan, ternyata sedari tadi cahaya sudah ingin berpamit, ke kampung halaman.

Setelah salam perpisahan, petugas segera menyalakan lampu pelabuhan. Nelayan-nelayan mulai bersiap-siap untuk melaut. Namun yang sedari subuh tadi berangkat, kini mulai berdatangan. Mereka pulang dengan wajah berseri, ternyata laut ini masih bisa dijadikan ladang rezeki, untuk anak-bini. Rupanya banyak juga tangkapan yang mereka bawa pulang, tak kusangka Indonesia sekaya ini.

Hanya saja, setelah beberapa kali observasi. Laut ini sudah banyak dicemari, makanya aku belajar, walau hanya sekedar rekreasi setidaknya aku tau kondisi laut yang terkini. Sayang saja, tempat yang jadi ketergatungan banyak mahluk hidup, secara sepihak di rusak oleh spesies yang tak bertanggung jawab.

Semua mengalir begitu saja, sampai aku lupa  Maghrib sudah mau habis waktunya.  Sekotak tembakau pun sudah habis setengahnya, dan yang paling kulupa, air laut itu korosif. Bisa-bisa rusak alat-alat yang kusewa. Berpamitlah aku kepada lautan, bertemu esok lagi kusampaikan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu