Senandung Intim Akhir Tahun


Desember, memori sepanjang tahun teraduk tercampur. Mengingat kembali hal-hal bodoh yang sudah terlanjur, 2018 sudah uzur. Semoga Januari dan kawan-kawannya berbaik hati, semoga warna-warna pelangi yang terdesaturasi dapat memenuhi memori. Tak apa pudar, yang penting benar.

Hari minggu terakhir sebelum berganti masehi. Memang kuniatkan untuk bangun pagi, sekedar berlari kecil mengelilingi sepersekian permukaan bumi, meremajakan kaki, karena sudah lama dimaklumi. Lalu hujan turun, seperti lagu Efek Rumah Kaca, hujan Bulan Desember juga kesukaanku, entah seperti berbeda saja rasanya.

Kamu tau yang kusuka dari suasana selepas hujan? Ya, mungkin sama. Aroma rumput dan pepohonan yang basah, kicauan burung yang kegirangan, angin sepoi yang menyejukkan dan keheningan. Keheningan yang seperti membuat ada jeda di antara waktu itu, mengungkit dan meleburkan kenangan, entah manis atau pahit, semuanya bercampur baur. Membuat kita hanya mesti memaklumi, memahami dan menjadikan pelajaran untuk hari ini atau besok lagi.

Senar gitar berdawai, kugerakkan supaya suasananya agak sedikit sesuai. Ah. Hujan, kopi dan akhir tahun. Apalagi yang mampu kuminta, seandainya sepanjang tahun depan suasanya begini saja, aku rela di koyak-koyak memori yang ada.

2018 dan 21 Tahun sebelumnya,

Keluarga, teman, sahabat, sekolah, kuliah. Suasana sudah berganti ya? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu