Kagum
Suatu malam aku melihatmu, dengan senyum yang biasa. Kau menatap kearah Bulan, kudengarkan kamu berbincang-bincang dengannya dan juga sesekali bercanda dengan bintang-bintang. Dengan tatapan teduh, yang kemarin-kemarin sangat kuinginkan tatapan itu. Tak terasa aku tersenyum dengan sendirinya, tertawa kecil. Heran, sesering itu aku melihat lekuk senyummu, tetap saja tak pernah jemu aku melihatnya.
Entah mengapa kesederhanaanmu itu terlihat mewah dimataku, begitu mempesona. Namun, tetap. Sayangnya tertawa kecil tadi seakan menertawakan diriku sendiri, dan muncul sugesti 'Masa iya? Aku? Dengannya?" lalu tertawa lagi, kini dengan nada yang lebih tinggi, sampai memekik. Tuan Putri tak pantas untuk kuli bangunan. Kalaupun iya, hanya karangan sutradara rendahan saja adanya.
Dihari yang lain aku melihatmu lagi, ditepi pantai menatap senja. Pada saat merah-merahnya, sampai senja memantulkan warnanya disudut-sudut pipimu. Bersahaja, penuh keindahan yang tak bisa kuilustrasikan seperti apa. Sampai terasa hangatmu dari kejauhan. Mengapa kau begitu sendiri sementara kau semenarik itu?
Lalu tetap aku pandangi kau, sampai lupa, matahari sudah berpamitan dengan senja. Sementara gelagatmu terlihat resah, apa senja harus sesingkat ini? Bagiku, untukmu tak perlu kriteria, tak perlu syarat-syarat yang menyulitkanku hanya untuk kagum kepadamu. Namun, semua terasa begitu rumit. Sulit sekali untuk memantaskan diri ini untukmu.
Hingga aku hanya bisa bergulat dengan aksara, dengan banyak kata-kata. Juga dengan waktu, yang begitu sempit hanya sekedar untuk mencuri tatapan walau hanya dari kejauhan. Pada akhirnya dengan sengaja ku hiperbolakan segalanya untuk memvisualisasikan daya visualku pada pesonamu. Dan hanya perhatian saja yang kuberikan, walau tidak pernah langsung.
Aku tak pernah berharap realisasi, dari segala rasa penasaran yang belakangan ini kurasakan. Entah, mungkin kamu menungguku untuk menghampiri, atau bahkan tak berharap sama sekali. Ini memuakkan. Gejolak semu yang mungkin suatu saat akan hilang. Atau kamu yang suatu saat akan dipinang lain orang.
Ya, sudahlah. Bukan aku tak punya keberanian dan rasa jantan. Hanya saja, aku tak pandai berbicara dengan perempuan dan mengatur irama perbincangan. Aku takut kamu bosan, jadi biar saja. Hanya untuk kagum kepadamu, cukup untukku. Mungkin disuatu waktu, kita akan bertemu.
Komentar
Posting Komentar