Ruang Imajinasi


Anggap saja aku bumi, sedang berotasi mengitarimu. Beberapa Millenium telah kuyakinkan bumi, bahwa kau yang kujadikan matahari. Percaya saja, aku akan aman bila berotasi di orbitmu. Beberapa lama ini aku nyaman denganmu, berdansa dalam orbit yang padu. Namun, semakin kesini. Kau semakin terasa sangat panas, membakarku.

Semakin aku menggapaimu, semakin terbakar aku. Lalu kuputuskan untuk keluar dari orbitmu, dan mencari matahari baru. Lagi-lagi tak semudah itu, pergi dari pusat gravitasi berarti menghancurkanku. Dan bagaimanapun aku harus keluar dari situ, walaupun harus membentuk diriku yang baru.

Akhirnya ada yang kudapat mengapa kau memanas begitu, rupanya kau sudah dapat bumi yang baru. Yang lebih kau pancarkan hangat, dan yakin terasa beda dengan hangat yang kau dulu beri padaku. Ini seperti waktu itu, waktu awal-awal terbentuknya waktu. Waktu dimana kita tempati seluruh ruang semesta, seakan semuanya milik kita.

Rupanya imajinasi dalam imajinasiku berkata, tidak ada satupun yang ideal. Tidak ada yang namanya semua milik kita, dan tidak ada yang namanya seumur hidup, apalagi saat hidupku diciptakan serentak bersamamu. Dan bodohnya, hanya kau yang kujadikan pusat berjalannya waktu hidupku. Aneh.

Waktu demi waktu berlalu, planet-planet baru yang kau hisap bersamamu kini bertambah banyak. Kita tidak lagi berdua dalam lantai dansa dan orbit itu sudah menjadi suatu yang tidak padu. Sesegera mungkin aku ingin beranjak pergi. Melupakan waktu-waktu yang berlalu.

Tak disangka-sangka, setelah aku sampai di orbit terluarmu. Kau merengek, agar aku tak meninggalkanmu. Dan mengungkit-ungkit, waktu-waktu yang kita jalani dulu. Bagiku, sudah tak ada lagi waktu, dan waktuku bukan untukmu.

Ruang dan waktu yang diciptakan dulu, bukan untuk kita. Tapi untuk imajinasi-imajinasimu, yang selalu kau ceritakan tentang keberlanjutan sebuah relasi. Antara kau dan planetmu. Ruang kita yang dulu bukan milik kita berdua. Dan sudah kuputuskan ruang itu bukan untukku juga, jadilah kau. Seseorang penempat ruang imajiner.

Dan dalam tulisan-tulisan yang maknanya rancu dan hanya aku yang tau.

Aku tak pernah menganggapmu Matahariku, setelah hari itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Sekarang

Dad, how did I do?

Sepotong Rindu